ASKEP STROKE
I.
Konsep Medis
A.
Pengertian
Stroke dapat
di definisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari Cerebro Vaskuler Disease (Hudak,
Caroline M, alih bahasa : Monica E.D Adiyanti, 1996 : 254).
Stroke
(penyakit serebrovaskuler) bisa didefinisikan sebagai penyakit otak yang
terjadi secara sekunder terhadap gangguan patologi dari pembuluh darah
(terutama pembuluh arteri) atau suplai darah”
(Lindsay, Bone, 1998:237).
Stroke yaitu
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan terhentinya suplai darah ke otak”.
(Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2002:2131).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
stroke adalah gangguan neurologik yang terjadi secara mendadak karena adanya
gangguan suplai darah ke otak yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
B.
Etiologi
Gangguan pada aliran darah otak dapat disebabkan oleh
adanya penyempitan, tertutupnya maupun pecahnya pembuluh darah ke otak,
penyebab stroke dapat terjadi karena :
a. Trombosis
Trombosis terjadi karena adanya kelainan pada dinding arteri yang menyebabkan penyempitan dari lumen arteri, sehingga diameternya menjadi kecil yang pada suatu saat dapat terjadi penyumbatan. Usia yang paling sering terserang penyakit ini berkisar antara usia 60 sampai 69 tahun, awitan gejala penyakit biasanya cenderung terjadi bila penderita sedang tidur atau pada saat bangun tidur. Intensitas maksimal baru disadari sesudah 48 jam, kemudian perkembangan umumnya berlangsung secara bertahap. Trombosis dapat timbul karena proses :
Trombosis terjadi karena adanya kelainan pada dinding arteri yang menyebabkan penyempitan dari lumen arteri, sehingga diameternya menjadi kecil yang pada suatu saat dapat terjadi penyumbatan. Usia yang paling sering terserang penyakit ini berkisar antara usia 60 sampai 69 tahun, awitan gejala penyakit biasanya cenderung terjadi bila penderita sedang tidur atau pada saat bangun tidur. Intensitas maksimal baru disadari sesudah 48 jam, kemudian perkembangan umumnya berlangsung secara bertahap. Trombosis dapat timbul karena proses :
1)
Artherogenik
Umumnya karena proses
artheroskeloris ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteri besar.
Bagian intima arteri serebri menjadi tipis berserabut, sedangkan sel-sel
ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen
pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
2)
Non
Artherogenik
Terjadi bukan karena proses
artherogenik, misalnya karena kelainan penyakit darah seperti anemia,
polisitemia, diskrasia darah, arteritis dan efek samping penggunaan pil
konstrasepsi.
- EmboliEmboli merupakan benda asing
dalam aliran darah sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh arteri, apabila
terjadi pada arteri yang menuju ke otak maka otak akan mengalami penurunan
suplai darah sehingga otak hypoxia dan akhirnya iskemik.
Penyebab terjadinya emboli ada dua, yaitu faktor dari jantung (artrial fibrilasi, infark miokard, kelainan katup, endocarditis) dan faktor non kardial (pleque artheromatosus di arteri karotis komunis, emboli dari paru, emboli udara pada tindakan abortus). Gejala-gejala dapat timbul setiap saat dan berkembang secara progresif cepat.
- Perdarahan
Biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di aliran darah otak dan atau sub archnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willisi.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusi dapat dikatakan cepat dan konstan, dapat berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain : sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah proyektil, koma dan kejang.
Terdapat dua jenis perdarahan otak, yaitu perdarahan intra serebral dan perdarahan sub arachnoid.
1) Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan intra serebral terjadi di substansi dalam otak. Perdarahan intra serebral dapat terjadi karena :
a) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan laju aliran darah lebih kuat dari normal, sehingga dapat menyebabkan ruptur arteri dan mengakibatkan perdarahan. Apabila hal tersebut terjadi pada pembuluh darah otak maka terjadilah stroke. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan aterosklerosis pembuluh darah akan berkelok-kelok atau spiral.
b) Aneurisma, anomaly arteri vena serebral, diskrasia darah, pemakaian obat-obatan anti koagulan.
2) Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Biasanya disebabkan oleh perdarahan arterial ke dalam ruang sub arachnoid di sekeliling otak dan sering meluas ke dalam jaringan otak atau ke dalam ventrikel. Perdarahan sub arachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma dan hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah ruptur aneurisma intrakranial, trauma atau perdarahan intraserebral hipertensif, anomali arterio venosa, gangguan perdarahan neoplasma dan lain-lain.
C.
Patofisiologi
Otak merupakan
organ tubuh yang sensitif terhadap oksigen dan nutrisi. Otak harus menerima
aliran darah yang konstans untuk mempertahankan fungsi normalnya karena otak
tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sendiri. Aliran darah berfungsi
sebagai tempat untuk membuang sampah metabolik, karbondioksida dan asam laktat.
Jika aliran darah keotak berkurang ataupun menurun maka akan mengakibatkan
kerusakan otak dengan cepat.
Melalui proses
autoregulasi serebral, aliran darah keotak tetap diupayakan konstan sebanyak
750 ml/ menit. Untuk merespon terhadap perubahan tekanan darah maka akan
terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteri otak.
Pada stroke,
iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran darah arterinya terganggu
akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan fungsi otak. Iskemik
dapat menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik pada jaringan otak.
Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel ganglia dan struktur
otak disekitar area infark. Edema yang terjadi akan memperberat infark
itu sendiri. Edema dapat berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Setelah
terjadinya infark dan edema, maka secara otomatis akan terjadi penurunan
kemampuan fungsi otak dalam menjalankan fungsi neurologisnya seperti semula.
Hal ini mengakibatkan terjadinya defisit neurologis pada area kontralateral
dari area lesi otak yang terkena, sesuai dengan karakteristik dari otak.
D.
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi
aliran darah ke otak dapat dihubungkan dengan tanda dan gejala dibawah ini :
a.
Vertebro-basilaris
Apabila insufisiensi terjadi pada daerah ini maka akan timbul
gejala seperti kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak, peningkatan
refleks tendon, ataksia, tanda babinski bilateral, disfagia, gangguan daya
ingat, pusing, gangguan penglihatan dan muka baal.
b.
Arteri
karotis interna
Bila insufisiensi terjadi pada
area ini maka akan timbul gejala seperti buta satu mata yang episodik pada sisi
tubuh yang arteri karotisnya terserang yang disebabkan oleh insufisiensi arteri
retina, gejala sensorik dan motorik anggota tubuh kontralateral akibat
insufisiensi aliran darah arteri serebri media, lesi pada daerah antara arteri
cerebri anterior dan media, gejala mula-mula anggota gerak terasa lemah dan
baal dan dapat melibatkan wajah, bila terjadi pada hemisfer dominan maka akan
timbul gejala afasia ekspresif, arteria serebri anterior (gejala
primernya adalah perasaan kacau), kelemahan kontralateral, gerakan volunter
pada tungkai terganggu, gangguan sensorik kontralateral, dimensia dan disfungsi
lobus frontalis.
c.
Arteri
cerebri posterior
Apabila insufisiensi terjadi
pada arteri cerebri posterior maka akan timbul gejala seperti koma, hemiparesis
kontralateral, afasia visual atau buta kata dan kelumpuhan nervus saraf
ketiga.
d.
Arteri
serebri media
Bila insufisiensi terjadi pada
arteri serebri media maka akan timbul gejala-gejala seperti hemiparesis
kontralateral (biasanya mengenai lengan), hemianopsia kontralateral (kebutaan),
afasia global dan disfagia.
E.
Uji Diagnostik
1)
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke,
bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan hemoglobin, bila
mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah. Masa
protrombin dan masa protrombin parsial yang memberikan dasar dalam memberikan
dasar dimulainya terapi anti koagulan. Peningkatan leukosit dapat menandakan
adanya infeksi seperti endokarditis.
Biasanya klien stroke akan
dilakukan pemeriksaan Protrombin Time (PT) dan Partial Tromboplastin
(PTT) sebagai informasi untuk pemberian obat anti koagulan.
Pemeriksaan CSF juga dilakukan
untuk melihat adanya sel darah merah dalam CSF yang mengindikasikan adanya
perdarahan subarachnoid.
2)
Pemeriksaan
Penunjang
a.
|
Ct Scan
|
:
|
Apabila penyebab stroke adalah infark pada
gambar akan terlihat gambar berwarna hitam (Hipoden) dan bila stroke
pendarahan pada gambar pewarna putih (Hiperden).
|
b.
|
Angiografi serebral
|
:
|
Bila stroke infark akan terdapat penyebaran
dalam pembuluh darah bila ada sumbatan emboli kalau pendarahan akan merebes
keluar pembuluh darah.
|
c.
|
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
|
:
|
Membantu membandingkan diagnosa stroke.
|
d.
|
EEG (Elektro Encephalo Gram)
|
:
|
Membantu dalam menentukan lokasi. Gelombang
delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan.
|
e.
|
EKG (Elektro Kardio Gram)
|
:
|
Membantu menentukan apakah terdapat disritmia
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan elektrokardiogram yang dapat
ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan ST.
|
f.
|
Lumbal Fungsi
|
:
|
Bila stroke pendarahan tetesan liquor lebih
cepat dan warnanya santokrom atau kros haemorajig dan bila stroke infark
tetesan normal dan cairan liquor jernih.
|
F.
Komplikasi Stroke
Setelah
mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi ini dapat
dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan
dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan
dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan
terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi
dans akit kepala.
4. HidrocephalusY
G.
Penatalaksanaan
a.
Fase Akut
Untuk merawat keadaan akut
perlu dipertimbangkan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1)
Menstabilkan
tanda-tanda vital.
a) Mempertahankan
saluran nafas dengan cara suctioning, pemberian oksigen, tracheostomi.
b)
Kendalikan
tekanan darah sesuai dengan keadaan masing-masing individu.
2)
Mendeteksi
dan memperbaiki aritmia jantung.
3)
Merawat
kandung kemih.
Kateter urine menetap (kateter
Folley) sebaiknya hanya dipakai dengan pertimbangan khusus (kesadaran menurun,
demensia, afasia global).
4)
Menempatkan
posisi penderita dengan baik secepat mungkin.
a)
Klien stroke
harus di ubah posisinya setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam.
b)
Dalam
beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali
per hari, tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan
untuk mencegah kontraktur terutama pada bahu, siku dan mata kaki.
b.
Pengobatan
konservatif.
1)
Prinsip pengobatan stroke hemoragik.
a) Berikan
plasma beku segar (FFP 4-8 unit setiap 4 jam) dan vitamin K 15 mg intravena
bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg secara subkutan sampai masa protrombin.
b) Kendalikan
hipertensi karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan perburukan edema
perihematoma serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah
sistolik > 180 mmHg harus diturunkan sampai 150-180 mmHg.
c) Konsul
bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 centimeter untuk
dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus.
d) Berikan
manitol 20 % (I kg/ kg BB, intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien dengan
koma atau tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial.
2)
Prinsip pengobatan stroke iskemik
a) Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik
tidak boleh cepat-cepat diturunkan karena akibatnya dapat memperluas infark dan
memburuknya status neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan
perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi
marginal. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark
hemoragik dan memperberat edema serebri.
b) Pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui jenis stroke.
c) Heparin intravena di mulai dari dosis 800 unit/ jam sampai masa
tromboplastin parsial mendekati normal, kontrol pada kondisi : Stroke
kardioemboli, TIA atau infark karena stenosis arteri karotis, Stroke dalam
evolusi, dan trombosis.
d) Pasien stroke dengan infark miokard harus diberikan antikoagulan sampai
minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5
kali.
e) Pertimbangkan pemeriksaan darah pada kasus penyebab stroke pada usia
muda contohnya kultur darah jika dicurigai endokarditis.
c.
Perawatan
1) Bila pasien
sadar penuh lakukan pemeriksaan tes kemampuan menelan, bila hasilnya
negatif berikan makanan enteral melalui NGT.
2) Lakukan
perubahan posisi tiap 2 jam dan latihan gerak sendi tiap 4 jam.
3) Stimulasi
sensorik, kognitif, memori, bahasa sedini mungkin untuk mempercepat restorasi
fungsi otak yang terganggu.
4) Lakukan
perawatan kateter pada klien dengan penurunan kesadaran, lakukan latihan vesika
sedini mungkin.
II. ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
klien
Meliputi, nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status bangsa, status perkawinan,
tanggal masuk RS, diagnosa medis dan alamat.
b.
Identitas
Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan keluarga dan alamat.
c.
Riwayat
Kesehatan
a.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
a)
Keluhan
Utama Masuk Rumah Sakit
Pada
umumnya keluhan yang paling dirasakan klien dengan gangguan sistem persarafan
akibat stroke akan ditemukan adanya lumpuh sebelah. Adanya hemiplegi, herniasi,
kemudian rasa pusing / nyeri kepala, bicara rero dan sulit dimengerti..
Dikembangkan pula dengan menggunakan konsep PQRST mulai dari adanya keluhan
sampai datang ke rumah sakit untuk meminta pertolongan.
b)
Keluhan saat
pengkajian
Pada stroke
perdarahan biasanya akan ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran dan
kemungkinan sampai terjadi koma sehingga klien tidak dapat dilakukan pengajian
tentang keluhan utamanya, sedangkan pada stroke akibat infark biasanya terjadi
kelumpuhan sebelah (hemiplegi), kepala pusing atau nyeri, bicara tidak jelas
(rero) dan klien mengeluh lemah tubuh. Dikembangkan dengan menggunakan konsep
PQRST.
b.
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Pada
umumnya klien stroke akan didapatkan adanya riwayat hipertensi, Diabetes
Melitus, dan atau penyakit jantung dan beberapa kebiasaan yaitu makan-makanan
yang tinggi garam dan lemak, obesitas kebiasaan merokok, minum alkohol, riwayat
penggunaan pil kontrasepsi, sering stress dan kurang beraktivitas.
c.
Riwayat
Kesehatan Keluarga.
Pada
keluarga akan didapatkan adanya riwayat penyakit heriditer, yaitu: adanya
keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
dan riwayat stroke / TIA.
d.
Pola
Aktivitas Sehari-hari.
Dapat terjadi perubahan atau gangguan
dalam memenuhi kebutuhannya baik di rumah maupun di rumah sakit.
a.
Aktivitas
dan istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia)
Tanda :
§
Gangguan tonus otot. Terjadi kelemahan umum
§
Gangguan penglihatan
§
Gangguan tingkat kesadaran
b.
Sirkulasi
Gejala :
adanya penyakit jantung (penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis
bacterial), polisitemia, riwayat hypotensi postural
Tanda :
§
Hipertensi arterial (dapat ditemukan pada CSV)
sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler
§
Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena
ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor)
§
Distritmia, perubahan EKG
c.
Integritas ego
Gejala :
perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda :
§
Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah,
sedih dan gembira
§
Kesulitan untuk mengekspresikan diri
d.
Eliminasi
Gejala :
§
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria
§
Distensi abdomen (distensi kandung kemih
berlebihan) bising usus negative (ileus paralitik)
e.
Makanan/ cairan
Gejala :
§
Nafsu makan hilang
§
Mual, muntah selama fase akut
§
Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi
dan tenggorokan, disfagia
Tanda : kesulitan menelan, obesitas (faktor resiko)
f.
Neurosensorik
Gejala :
§
Sinkope/ pusing, sakit kepala
§
Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik,
kontralateral
§
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Tanda :
§
Tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragik
§
Afasia: gangguan atau kehilangan fungsi bahasa
§
Kehilangan kemampuan untuk mengenali, gangguan
presepsi
§
Kehilangan kemampuan motorik saat pasien ingin
menggerakan (apraksia)
g.
Nyeri/ kenyamanan
Gejala :
sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda :
tingkahlaku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ pasia
h.
Pernapasan
Gejala :
merokok (factor resiko)
Tanda :
ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas
i.
Interaksi social
Gejala :
masalah bicara, ketidakmampuan untuk komunikasi
j.
Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala :
adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (factor resiko), kecanduan
alcohol (resiko)
e.
Pemeriksaan
Fisik.
1)
Sistem
Pernafasan.
Klien akan didapatkan batuk
tidak efektif, pernafasan tidak teratur, kemungkinan cheynes-stokes dan
terjadi paralisis otot pernafasan, bunyi nafas ngorok ronchi, adanya
sekret dan aspirasi.
2)
Sistem
Kardiovaskuler.
Adanya hipotensi, denyut nadi
perifer berkurang tetapi nadi sentral kuat, terdengar bunyi jantung tambahan
seperti mur-mur atau gallop dan irama jantung tidak teratur.
3)
Sistem
Gastro Intestinal.
Nafsu makan menurun,
kehilangan sensasi pada lidah, paralise pada otot wajah dan kerongkongan
(disfagia), sehingga menimbulkan masalah dalam menelan dan mengunyah, serta
terjadi peristaltik usus menurun yang mengakibatkan konstipasi. Distensi abdomen
dan penembahan berat badan dengan pesat terjadi pada klien stroke disertai
penyakit jantung.
4)
Sistem
Persarafan.
Dapat terjadi penurunan
tingkat kesadaran dihitung dari nilai GCS biasanya pada stroke dengan
hemoragik, biasanya stroke infark pada hemisfer serebri tetap sadar selama
perjalanan penyakitnya.
5)
Sistem
Perkemihan
Terjadi perubahan pola
eliminasi seperti inkontinensia urine karena adanya paralise spinkter uretra.
6)
Sistem
Muskuloskeletal.
Biasanya terjadi kesulitan
dalam aktivitas karena lemah, kehilangan fungsi sensasi, paralisis pada
sebagian atau seluruh motorik, perubahan tonus otot, kelelahan, adanya
pengurangan massa otot, terbatasnya Range Of Motion.
7)
Sistem
Integumen.
Pada stroke yang immobilitas
lama terjadi kerusakan pada kulit daerah yang tertekan akibat immobilitasi yang
menimbulkan perubahan aliran darah ke area yang tertekan dan menonjol.
f.
Data
Psikologis.
1)
Status Emosi
: dapat dijumpai ketidakstabilan emosi klien menghadapi penyakitnya.
2)
Konsep diri
: perubahan dalam konsep diri karena ketakutan akan timbulnya
kecacatan, pandangan negatif terhadap dirinya, perubahan peran akibat adanya
ketergantungan.
3)
Gaya
komunikasi : bicara klien tenang, hati-hati, banyak bicara atau memiliki
kesulitan dalam mengungkapkan kata-kata, rero, afasia motorik, afasia sensorik
yang mengakibatkan klien kesulitan untuk mengekspresikan diri dengan komunikasi
non verbal, kecocokan bahasa non verbal dengan verbal, komunikasi jelas atau
tidak.
4)
Pola koping
: hal apa saja yang dilakukakan klien dalam mengatasi masalahnya adakah
tindakan yang maladaftif dan kepada siapa klien meminta bantuan atau
menceritakan apabila ada masalah.
g.
Data Sosial.
Terjadi penarikan diri dari
interaksi sosialnya akibat ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
h.
Data
Spiritual
Kesulitan untuk melakukan
kewajiban sebagai umat beragama, perasaan marah kepada Tuhan.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan stroke
menurut Marilynn E. Doenges (1988:290-307); Barbara Engram
(1997:633-641); Susan Martin Tucker (1998:485-492), yaitu :
a. Gangguan
Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah gangguan
oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
b. Gangguan
mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi neuromotorik, keterbatasan gerak.
c. Gangguan pemenuhan
nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya otot-otot yang
digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya sirkulasi serebral, terganggunya
tonus otot mulut dan wajah.
e. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis atau defisit, penyempitan
lapang persepeptual yang disebabkan oleh ansietas.
f. Resiko
tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran.
g. Gangguan
pemenuhan eliminasi urine : inkontinensia berhubungan dengan adanya kelemahan
pada spingter urine.
h. Gangguan
pemenuhan kebutuhan elimunasi BAB : konstipasi berhubungan dengan adanya parese
otot.
i. Gangguan
pemenuhan kebutuhan ADL sehubungan dengan adanya parese otot.
j. Gangguan
pemenuhan diri : body image menurun berhubungan dengan adanya parese otot.
k. Gangguan
rasa aman : cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian hasil
pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
l. Defisit
pengetahuan mengenai kondisi dirinya dan prosedur pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurangnya informasi.
3.
Intervensi
keperawatan
a. Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema
serebral.
Tujuan :
Tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan sensori motorik
membaik.
Kriteria evaluasi :
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak mengeluh pusing.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab
penurunan perfusi serebral.
Pantau status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normal.
Observasi tanda-tanda vital, catat adanya hiper / hipotensi, bandingkan
kiri dan kanan. Catat irama dan pola pernafasan, catat frekuensi dan irama
jantung.
Evaluasi keadaan pupil, catat bentuk, ukuran, kesamaan dan reaksinya
terhadap cahaya.
Letakkan kepala dengan posisi
agak ditinggikan dalam posisi anatomis (netral)
Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang.
Cegah terjadinya defekasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus
menerus).
Berikan oksigen sesuai indikasi.
|
Kerusakan dan kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan
tindakan pembedahan atau klien harus dipindahkan keruang perawatan kritis.
Mengetahui kecenderungan peningkatan TIK, dan mengetahui kemajuan, atau
kerusakan SSP.
Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan
tekanan pada kedua lengan, ketidakteraturan irama pernafasan dapat memberikan
gambaran lokasi kerusakan serebral, disritmia atau mur-mur mungkin
mencerminkan adanya penyakit jantung yang menjadi faktor pencetus.
Reaksi pupil berguna menentukan apakah batang otak tersebut masih baik
atau tidak.
Menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral
Aktivitas dan stimulus yang kontinyu dapat meningkatkan TIK.
Valsava manuver dapat meningkatkan TIK.
Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
serebral.
|
b. Gangguan mobilitas berhubungan dengan
penurunan fungsi neuromotorik, keterbatasan gerak.
Tujuan :
Mempertahankann posisi yang optimal agar dapat
berfungsi seperti pada saat tidak ada kontraktur.
Kriteria Evaluasi.
-
Klien dapat
melakukan mobilisasi yang ringan sampai kemampuan yang sesuai dengan kondisi
klien.
-
Tidak
terjadi dekubitus, bronchopneumoni, tromboplebitis dan kontraktur sendi.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala
0-4.
Observasi terus kemampuan gerakan motorik, keseimbangan, koordinasi
gerakan dan tonus otot.
Atur posisi klien dan ubah secara teratur 2 jam sekali bila tidak ada
kejang, misal : posisi supinasi, promosi, tidur miring, dll.
Bantu klian melakukan gerakan secara pasif / aktif pada
semua ekstremitas.
Lakukan massage perawatan kulit dan mempertahankan alat-alat tenun bersih
dan kering.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan
ambulasi klien
Berikan tempat ridur dengan
matras bulat
|
Mengidentifikais
kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu
dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid.
Dengan mengobservasi kemampuan gerak dapat
memperlihatkan penurunan atau meningkatkan fungsi sensoris motoris.
Dengan mengubah posisi klien, dapat mengurangi
resiko iskemik jaringan dan untuk memperlancar peredaran darah serta
mengurangi sensasi / penekanan tubuh dimana merupakan penyebab terjadinya
kerusakan kulit.
Gerakan pasif dan aktif dapat meminimalkan
terjadinya atropi otot, memperlancar sirkulasi, mencegah menurunan tonus otot
dan kekuatan otot serta dapat mencegah kontraktur.
Meningkatkan sirkulasi elastisitas kulit dan
integritas kulit.
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
Meningkatkan distribusi merata
berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membantu
untuk mengurangi kerusakan kulit/ terbentuknya dekubitus.
|
c. Gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan melemahnya otot-otot yang digunakan untuk mengunyah dan
menelan.
Tujuan :
Tidak ada tanda-tanda kekurangan nutrisi.
Kriteria Evaluasi:
-
BB
klien normal (BB normal, TB-100-10 % (TB-100)
-
Klien
dapat makan melalui mulut dan kemampuan menelan kuat.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3.
4.
5.
4.
|
Timbang Berat badan.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual denagn
menekan rinagn diatas bibir / dibawah dagu.
Kaji perkembangan kemampuan menelan klien.
Lakukan kolaborasi untuk pemberian makanan melalui NGT.
Mulailah untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
Lakukan kolaborasi untuk pemberian cairan melalui IV .
|
Penimbangan berat badan dapat mendeteksi perkembangan berat badan
sehingga memudahkan untuk intervensi selanjutnya.
Membantu dalam melatih kembali motorik dan meningkatkan kontrol muskuler.
Mengetahui tingkat perkembangan dan kemajuan dari kemampuan menelan klien.
Dengan pemberian makanan melalui NGT memudahkan
nutrisi masuk kebutuhan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Makanan lunak atau cairan kental lebih mudah
untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan risisko terjadinya aspirasi.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala
sesuatu melalui mulut.
|
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya
sirkulasi serebral, terganggunya tonus otot mulut dan wajah.
Tujuan :
Mengkomunikasikan kebutuhan dengan frustasi minimal.
Kriteria Evaluasi :
-
Klien
dapat mengucapkan kata-kata.
-
Klien
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan benar dan jelas.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Kembangkan bentuk komunikasi klien dengan memulai bahasa isyarat atau
panggilan yang jelas serta mudah dimengerti.
Bicaralah pada klien dengan suara tidak terlalu keras dan cepat.
Latih mengucapkan kata-kata pendek dan suruh klien mengulanginya dan
memberi umpan balik.
Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh” atau
“pus”.
Kolaborasi : konsultasi ke bagian speect therapist.
|
Dapat membantu klien mudah berkomunikasi,
mengurangi
kebingungan pada klien sehingga klien mampu
melakukan komunikasi.
Klien dengan gangguan pola komunikasi tidak semuanya mengalami gangguan
pendengaran sehingga suara yang keras dan terlalu cepat membuat klien marah
karena klien dengan gangguan ini mudah sensitif.
Agar kemampuan bicara klien kembali berfungsi
seperti semula, umpan balik dapat membantu klien untuk mengerti kalimat yang
diucapkannya.
Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen
motorikdari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik
Dapat mengetahui kemampuan verbal, motor sensasi
dan kemampuan kognitif dan untuk melakuakn therapy rehabilitasi
|
e. Perubahan persepsi : sensori berhubungan dengan trauma
neurologis atau defisit, penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas.
Tujuan :
Memulai / mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria evaluasi :
-
Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterlibatan residual.
-
Mendemonstrasikan perilaku untuk
mengkompensasi terhadap hasil.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
|
Evaluasi adanya gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang
pandang, perubahan persepsi.
Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala.
Ciptakan lingkungan yang tidak membahayakan.
Berikan latihan stimulus panas / dingin, tajam / tumpul dan sentuhan.
|
Gangguan pada penglihatan berdampak negatif terhadap kemampuan klien
menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan
meningkatkan resiko terjadinya cedera.
Mencegah klien terkejut.
Menurunkan jumlah stimulus penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan
kebingungan terhadap interpretasi lingkungan.
Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk menginterpretasikan
persepsi dan interpretasi stimulasi.
|
f. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Jalan
nafas tetap baik dan lancar.
Kriteria evaluasi :
-
Nafas
tidak berbunyi
-
GDA
dalam batas normal
-
Warna
kulit normal.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
5.
|
Ubah posisi semifowler setiap 2 jam sekali.
Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik.
Lakukan fisioterapi dada / clapping.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2
Lakukan kolaborasi dengan tim analisis dan melaksanakan analisis gas
darah.
|
Posisi semi fowler dapat mengeluarkan secret dan
mencegah aspirasi sehingga membuka jalan nafas dan kebutuhan 02
terpenuhi.
Dengan dilakukannya pengisapan lendir maka jalan
napas akan bersih dan akumulasi secret dapat dicegah sehingga pernafasan akan
tetap lancar dan efektif.
Dengan melakukan clapping dapat membantu
melepaskan secret pada daerah bronchus.
Membantu asupan O2 adekuat dengan menghindari
resiko kesalahan penggunaan (terlalu banyak atau terlalu sedikit) dan
komplikasi lanjut
Analisa gas darah dapat menentukan keefektifan
respirator, keseimbangan cairan asam basa dan kebutuhan terapi.
|
g. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine :
inkontinensia berhubungan dengan adanya kelemahan pada spingter urine.
Tujuan :
Kebutuhan eliminasi urine terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
-
Klien
mampu BAK tanpa mengganggu rasa nyaman.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
|
Kaji kemampuan BAK klien.
Kolaborasi pemasangan kateter.
Observasi haluaran urine.
Latih pengosongan bladder secara teratur pada
jam-jam tertentu.
|
Mengetahui tingkat gangguan terhadap pemenuhan
kebutuhan eliminasi BAK.
Dengan pemasangan kateter dapat membantu
pengosongan bladder sehingga retensi urine dapat dicegah.
Memberikan informasi tentang fungsi kandung
kemih dan perkembangan dari fungsi spingter.
Akan melatih dan merangsang kontraksi bladder
sehingga klien dapat menahan atau mengeluarkan urine secara tepat.
|
h. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB : konstipasi
berhubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Eliminasi BAB klien dapat terkontrol
Kriteria evaluasi:
Klien mampu BAB 1 x dalam sehari.
Konsintensi feses lembek.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
5
6..
|
Observasi adanya distensi abdomen jika bising
usus menurun dan auskultasi bising usus.
Latih pergerakan sendi pinggul.
Massase daerah bokong dan
punggung.
Beri makanan yang mengandung tinggi serat.
Anjurkan banyak minum air putih.
Kolaborasi pemberian supositoria.
|
Hilangnya peristaltik karena saraf yang
terganggu melumpuhkan usus sehingga motilitas usus menurun.
Merangsang peristaltik colon sehingga proses
pengeluaran feses dapat berjalan lancar.
Merangsang persarafan yang
mempersarafi organ pencernaan bagian bawah,
sehingga kerja colon dapat pulih kembali dan proses defekasi dapat berjalan
dengan lancar.
Makanan yang mengandung tinggi serat dapat
mencegah terjadinya obstipasi karena makanan berserat tidak dapat dicerna
oleh tubuh sehingga
menghasilkan residu yang banyak dan dapat
merangsang rectum untuk mengeluarkan feses.
Merangsang peristaltik usus dan menghindari
absorbsi air yang berlebih sehingga feses tidak mengeras.
Melembekkan konsistensi faeses dan merangsang
peristaltik spingter sehingga proses defekasi dapat berlangsung.
|
i.
Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL sehubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Kebutuhan ADL terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
Makan, minum, eliminasi dan personal hygiene terpenuhi.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
5.
6.
6..
|
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk
melakukan kebutuhan sehari-hari.
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang
dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Tempatkan alat-alat yang dibutuhkan berdekatan
dengan klien.
Observasi keadaan integritas kulit terutama
daerah yang menonjol dan lakukan masase.
Berikan umpan balik positif untuk setiap tindakan
yang berhasil dilakukan.
Kaji ulang kekuatan otot klien.
Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan klien
(mandi, keramas, sikat gigi dll).
|
Membantu mengantisipasi /
merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi.
Meningkatkan kemandirian dan mendorong klien
untuk berusaha sesuai dengan kemampuannya.
Penekanan yang terlalu lama beresiko terjadinya
iskemia, stimulasi sirkulasi mencegah kerusakan kulit.
Meningkatkan makna diri, meningkatkan
kemandirian dan mendorong klien untuk berusaha sesuai dengan kemampuannya.
Mengetahui kemampuan kekuatan klien dalam
pemenuhan aktivitas.
Memandirikan keluarga dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene klien.
|
j.
Gangguan
konsep diri : body image menurun berhubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Menunjukkan konsep diri yang baik.
Kriteria evaluasi :
-
Klien
menerima akan keadaan dirinya.
-
Klien
mampu menerima kenyataan tanpa konsep diri yang negatif
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
5.
6.
7.
|
Identifikasi klien akan arti kehilangan / tidak,
fungsinya perubahan dirinya klien dan ketidakberdayaan.
Bantu klien mengekspresikan perasaannya.
Monitor adanya gangguan tidur, semakin sulit
berkonsentrasi, ketidak- mampuan mencegah masalah dan menarik diri.
Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik
mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien.
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan
berdandan yang baik.
Berikan dukungan terhadap prilaku / usaha
seperti peningkatan minat/partisipasi pasien dalam kegiatan
rehabilitasi.
Kolaborasi
dengan neuropsikologis.
|
Agar klien menerima perubahan fungsi yang
terjadi pada diri klien secara efektif.
Dapat membantu klien untuk mengetahui dan
menerima bahwa perasaannya itu tidak akan memperburuk keadaannya.
Untuk mengetahui awal depresi sehingga
membutuhkan evaluasi dan intervensi selanjutnya.
Mengkonsolidasi keberhasilan membantu menurunkan
perasaan marah dan ketidak berdayaan menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol
atas salah satu bagian kehidupan.
Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk
mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
Dapat mempermudah adaptasi terhadap perubahan
peran yang perlu agar merasa menjadi orang yang produktif.
|
k. Gangguan rasa aman : cemas keluarga
berhubungan dengan ketidakpastian hasil pengobatan dan perawatan serta adanya
perubahan situasi dan krisis.
Tujuan :
Rasa aman keluarga terpenuhi
Kriteria evaluasi :
-
Keluarga
klien mampu mengekspresikan perasaannya.
-
Ekspresi
wajah keluarga klien tenang.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
|
Kaji perasaan keluarga dan beri rasa simpati
dengan memberi kesempatan keluarga mengekspresikan
perasaannya.
Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai
kondisi rencana perawatan klien secara akurat dan memperhatikan kondisi dan situasi.
Libatkan keluarga dalam pengambilan keputusan
dan perencanaan.
Beri dukungan pada kelurga dengan mengenali
koping mekanisme positif yang dipakai
|
Kekhawatiran keluarga klien dapat menimbulkan
kecemasan sehingga membutuhkan orang lain yang mau mendengarkan
keluhan-keluhannya agar keluarga klien merasa ada yang memperhatikan sehingga
mengurangi kecemasan.
Keluarga klien tidak dapat menerima seluruh
informasi karena pengaruh emosi, oleh karena itu beri informasi bila situasi
dan kondisi benar-benar memungkinkan agar tidak menimbulkan salah persepsi.
Dengan tindakan tersebut keluarga klien menjadi
bagian integral dari program yang dijalankan.
Dengan diberikan dukugan diharapkan kelurga
termotivasi untuk melakukan koping yang positif terhadap kecemasan.
|
l.
Defisit
pengetahuan mengenai kondisi dirinya dan prosedur pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurangnya informasi.
Tujuan :
Klien berpartisipasi dalam proses belajar.
Kriteria evaluasi :
-
Mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan therapeutik.
-
Memulai
perubahan gaya hidup yang diperlukan.
No
|
Intervensi
|
Rasiaonal
|
1.
2.
3
4.
5.
6.
|
Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan
diskusikan rencana kemungkinan kembali aktivitas.
Tinjau ulang atau pertegas kembali pengobatan
yang diberikan. Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang.
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan
kontrol secara medis.
Identifikasi faktor-faktor resiko secara
individual.
Identifikasi sumber-sumber yang ada di
masyarakat, seperti perkumpulan stroke atau program pendukung lainnya.
Rujuk/tegaskan perlunya evaluasi dengan tim ahli
rehabilitasi seperti ahli fisio-terapi fisik, okupasi dan terapi wicara.
|
Meningkatkan pemahaman dan memberikan harapan
pada masa yang akan datang.
Aktivitas yang dianjurkan pembatasan dan
kebutuhan obat atau terapi dibuat atas dasar pendekatan interdisiplin
terkoordinasi.
Menurunkan resiko terjadinya komplikasi.
Meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin
menurunkan resiko kambuh.
Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan
penanganan di rumah dan penyesuaian terhadap kerusakan.
Kerja sama yang baik pada akhirnya diharapkan
atau meminimalkan adanya gejala sisa atau penurunan neurologis.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
Doenges. M.E; Moorhouse.
M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, A,.Suprohaita,
Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita
Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.
Potter & Perry. (2006). Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
Price, S.A & Wilson.
L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare,
B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar