Pages

Rabu, 30 Januari 2013


 ASKEP STROKE

I.     Konsep Medis
A.    Pengertian
Stroke dapat di definisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari Cerebro Vaskuler Disease (Hudak, Caroline M, alih bahasa : Monica E.D Adiyanti, 1996 : 254).
Stroke (penyakit serebrovaskuler) bisa didefinisikan sebagai penyakit otak yang terjadi secara sekunder terhadap gangguan patologi dari pembuluh darah (terutama pembuluh arteri) atau suplai darah” (Lindsay, Bone, 1998:237).
Stroke yaitu kehilangan fungsi otak yang diakibatkan terhentinya suplai darah ke otak”. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2002:2131).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan neurologik yang terjadi secara mendadak karena adanya gangguan suplai darah ke otak yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
B.     Etiologi
Gangguan pada aliran darah otak dapat disebabkan oleh adanya penyempitan, tertutupnya maupun pecahnya pembuluh darah ke otak, penyebab stroke dapat terjadi karena :
a.    Trombosis
     Trombosis terjadi karena adanya kelainan pada dinding arteri yang menyebabkan penyempitan dari lumen arteri, sehingga diameternya menjadi kecil yang pada suatu saat dapat terjadi penyumbatan. Usia yang paling sering terserang penyakit ini berkisar antara usia 60 sampai 69 tahun, awitan gejala penyakit biasanya cenderung terjadi bila penderita sedang tidur atau pada saat bangun tidur. Intensitas maksimal baru disadari sesudah 48 jam, kemudian perkembangan umumnya berlangsung secara bertahap. Trombosis dapat timbul karena proses :
1)      Artherogenik
Umumnya karena proses artheroskeloris ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
2)   Non Artherogenik
Terjadi bukan karena proses artherogenik, misalnya karena kelainan penyakit darah seperti anemia, polisitemia, diskrasia darah, arteritis dan efek samping penggunaan pil konstrasepsi.
  1. EmboliEmboli merupakan benda asing dalam aliran darah sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh arteri, apabila terjadi pada arteri yang menuju ke otak maka otak akan mengalami penurunan suplai darah sehingga otak hypoxia dan akhirnya iskemik.
    Penyebab terjadinya emboli ada dua, yaitu faktor dari jantung (artrial fibrilasi, infark miokard, kelainan katup, endocarditis) dan faktor non kardial (pleque artheromatosus di arteri karotis komunis, emboli dari paru, emboli udara pada tindakan abortus). Gejala-gejala dapat timbul setiap saat dan berkembang secara progresif cepat. 
  1. Perdarahan 
    Biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di aliran darah otak dan atau sub archnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willisi.
    Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusi dapat dikatakan cepat dan konstan, dapat berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain : sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah proyektil,  koma dan kejang.
    Terdapat dua jenis perdarahan otak, yaitu perdarahan intra serebral dan perdarahan sub arachnoid.
    1)      Perdarahan Intra Serebral (PIS)
    Perdarahan intra serebral terjadi di substansi dalam otak. Perdarahan intra serebral dapat terjadi karena :         
    a)      Hipertensi
    Tekanan darah yang  tinggi menyebabkan laju aliran darah lebih kuat dari normal, sehingga dapat menyebabkan ruptur arteri dan mengakibatkan perdarahan. Apabila hal tersebut terjadi pada pembuluh darah otak maka terjadilah stroke. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan aterosklerosis pembuluh darah akan berkelok-kelok atau spiral.
    b)  Aneurisma, anomaly arteri vena serebral, diskrasia darah, pemakaian obat-obatan anti koagulan.
    2)      Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
    Biasanya disebabkan oleh perdarahan arterial ke dalam ruang sub arachnoid di sekeliling otak dan sering meluas ke dalam jaringan otak atau ke dalam ventrikel. Perdarahan sub arachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma dan hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah ruptur aneurisma intrakranial, trauma atau perdarahan intraserebral hipertensif, anomali arterio venosa, gangguan perdarahan neoplasma dan lain-lain.
C.     Patofisiologi
Otak merupakan organ tubuh yang sensitif terhadap oksigen dan nutrisi. Otak harus menerima aliran darah yang konstans untuk mempertahankan fungsi normalnya karena otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sendiri. Aliran darah berfungsi sebagai tempat untuk membuang sampah metabolik, karbondioksida dan asam laktat. Jika aliran darah keotak berkurang ataupun menurun maka akan mengakibatkan kerusakan otak dengan cepat.
Melalui proses autoregulasi serebral, aliran darah keotak tetap diupayakan konstan sebanyak 750 ml/ menit. Untuk merespon terhadap perubahan tekanan darah maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteri otak.
Pada stroke, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran darah arterinya terganggu akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan fungsi otak. Iskemik dapat menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik pada jaringan otak. Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel ganglia dan struktur otak disekitar area infark. Edema yang  terjadi akan memperberat infark itu sendiri. Edema dapat berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Setelah terjadinya infark dan edema, maka secara otomatis akan terjadi penurunan kemampuan fungsi otak dalam menjalankan fungsi neurologisnya seperti semula. Hal ini mengakibatkan terjadinya defisit neurologis pada area kontralateral dari area lesi otak yang terkena, sesuai dengan karakteristik dari otak.
D.    Manifestasi Klinik
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah ke otak dapat dihubungkan dengan tanda dan gejala dibawah ini :
a.       Vertebro-basilaris
Apabila insufisiensi terjadi pada daerah ini maka akan timbul gejala seperti kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak, peningkatan refleks tendon, ataksia, tanda babinski bilateral, disfagia, gangguan daya ingat, pusing, gangguan penglihatan dan muka baal.
b.      Arteri karotis interna
Bila insufisiensi terjadi pada area ini maka akan timbul gejala seperti buta satu mata yang episodik pada sisi tubuh yang arteri karotisnya terserang yang disebabkan oleh insufisiensi arteri retina, gejala sensorik dan motorik anggota tubuh kontralateral akibat insufisiensi aliran darah arteri serebri media, lesi pada daerah antara arteri cerebri anterior dan media, gejala mula-mula anggota gerak terasa lemah dan baal dan dapat melibatkan wajah, bila terjadi pada hemisfer dominan maka akan timbul gejala afasia ekspresif,  arteria serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau), kelemahan kontralateral, gerakan volunter pada tungkai terganggu, gangguan sensorik kontralateral, dimensia dan disfungsi lobus frontalis.
c.       Arteri cerebri posterior
Apabila insufisiensi terjadi pada arteri cerebri posterior maka akan timbul gejala seperti koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau buta kata dan kelumpuhan nervus saraf  ketiga.
d.      Arteri serebri media
Bila insufisiensi terjadi pada arteri serebri media maka akan timbul gejala-gejala seperti hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan), hemianopsia kontralateral (kebutaan), afasia global dan disfagia.
E.     Uji Diagnostik
1)     Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke, bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan hemoglobin, bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah. Masa protrombin dan masa protrombin parsial yang memberikan dasar dalam memberikan dasar dimulainya terapi anti koagulan. Peningkatan leukosit dapat menandakan adanya infeksi seperti endokarditis.
Biasanya klien stroke akan dilakukan pemeriksaan Protrombin Time (PT) dan Partial Tromboplastin (PTT) sebagai informasi untuk pemberian obat anti koagulan.
Pemeriksaan CSF juga dilakukan untuk melihat adanya sel darah merah dalam CSF yang mengindikasikan adanya perdarahan subarachnoid.
2)    Pemeriksaan Penunjang
a.
Ct Scan
:
Apabila penyebab stroke adalah infark pada gambar akan terlihat gambar berwarna hitam (Hipoden) dan bila stroke pendarahan pada gambar pewarna putih (Hiperden).
b.
Angiografi serebral
:
Bila stroke infark akan terdapat penyebaran dalam pembuluh darah bila ada sumbatan emboli kalau pendarahan akan merebes keluar pembuluh darah.
c.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
:
Membantu membandingkan diagnosa stroke.
d.
EEG (Elektro Encephalo Gram)
:
Membantu dalam menentukan lokasi. Gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan.
e.
EKG (Elektro Kardio Gram)
:
Membantu menentukan apakah terdapat disritmia yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan elektrokardiogram  yang dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan ST.
f.
Lumbal Fungsi
:
Bila stroke pendarahan tetesan liquor lebih cepat dan warnanya santokrom atau kros haemorajig dan bila stroke infark tetesan normal dan cairan liquor jernih.

F.      Komplikasi Stroke
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1.    Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2.   Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3.     Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dans akit kepala.
4.     HidrocephalusY
G.    Penatalaksanaan
a.     Fase Akut
Untuk merawat keadaan akut perlu dipertimbangkan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1)        Menstabilkan tanda-tanda vital.
a) Mempertahankan saluran nafas dengan cara suctioning, pemberian oksigen, tracheostomi.
b)   Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing-masing individu.
2)        Mendeteksi dan memperbaiki aritmia jantung.
3)        Merawat kandung kemih.
Kateter urine menetap (kateter Folley) sebaiknya hanya dipakai dengan pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global).
4)        Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin.
a)    Klien stroke harus di ubah posisinya setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam.
b)    Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari, tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur terutama pada bahu, siku dan mata kaki.
b.    Pengobatan konservatif.
1)         Prinsip pengobatan stroke hemoragik.
a)   Berikan plasma beku segar (FFP 4-8 unit setiap 4 jam) dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg secara subkutan sampai masa protrombin.
b)  Kendalikan hipertensi karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan perburukan edema perihematoma serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg harus diturunkan sampai 150-180 mmHg.
c)  Konsul bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 centimeter untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus.
d)  Berikan manitol 20 % (I kg/ kg BB, intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien dengan koma atau tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial.
2)         Prinsip pengobatan stroke iskemik
a)  Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat diturunkan karena akibatnya dapat memperluas infark dan memburuknya status neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperberat edema serebri. 
b)    Pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui jenis stroke.
c)   Heparin intravena di mulai dari dosis 800 unit/ jam sampai masa tromboplastin parsial mendekati normal, kontrol pada kondisi : Stroke kardioemboli, TIA atau infark karena stenosis arteri karotis, Stroke dalam evolusi, dan trombosis.
d)     Pasien stroke dengan infark miokard harus diberikan antikoagulan sampai minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin    1,5-2,5 kali.
e)  Pertimbangkan pemeriksaan darah pada kasus penyebab stroke pada usia muda  contohnya kultur darah jika dicurigai endokarditis.
c.     Perawatan
1) Bila pasien sadar penuh lakukan pemeriksaan tes kemampuan menelan, bila hasilnya negatif  berikan makanan enteral melalui NGT.
2)    Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam dan latihan gerak sendi tiap 4 jam.
3)   Stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa sedini mungkin untuk mempercepat restorasi fungsi otak yang terganggu.
4)   Lakukan perawatan kateter pada klien dengan penurunan kesadaran, lakukan latihan vesika sedini mungkin.


II.  ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.    Identitas klien
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status bangsa, status perkawinan, tanggal masuk RS, diagnosa medis dan alamat.
b.    Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan keluarga dan alamat.
c.    Riwayat Kesehatan
a.    Riwayat Kesehatan Sekarang
a)      Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pada umumnya keluhan yang paling dirasakan klien dengan gangguan sistem persarafan akibat stroke akan ditemukan adanya lumpuh sebelah. Adanya hemiplegi, herniasi, kemudian rasa pusing / nyeri kepala, bicara rero dan sulit dimengerti.. Dikembangkan pula dengan menggunakan konsep PQRST mulai dari adanya keluhan sampai datang ke rumah sakit untuk meminta pertolongan.
b)      Keluhan saat pengkajian
Pada stroke perdarahan biasanya akan ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran dan kemungkinan sampai terjadi koma sehingga klien tidak dapat dilakukan pengajian tentang keluhan utamanya, sedangkan pada stroke akibat infark biasanya terjadi kelumpuhan sebelah (hemiplegi), kepala pusing atau nyeri, bicara tidak jelas (rero) dan klien mengeluh lemah tubuh. Dikembangkan dengan menggunakan konsep PQRST.
b.    Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada umumnya klien stroke akan didapatkan adanya riwayat hipertensi, Diabetes Melitus, dan atau penyakit jantung dan beberapa kebiasaan yaitu makan-makanan yang tinggi garam dan lemak, obesitas kebiasaan merokok, minum alkohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering stress dan kurang beraktivitas.
c.    Riwayat Kesehatan Keluarga.
Pada keluarga akan didapatkan adanya riwayat penyakit heriditer, yaitu: adanya keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan riwayat stroke / TIA.

d.   Pola Aktivitas Sehari-hari.
Dapat terjadi perubahan atau gangguan dalam memenuhi kebutuhannya baik di rumah maupun di rumah sakit.
a.    Aktivitas dan istirahat
Gejala  : merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia)
Tanda  :
§  Gangguan tonus otot. Terjadi kelemahan umum
§  Gangguan penglihatan
§  Gangguan tingkat kesadaran
b.    Sirkulasi
Gejala  : adanya penyakit jantung (penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hypotensi postural
Tanda  :
§  Hipertensi arterial (dapat ditemukan pada CSV) sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler
§  Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor)
§  Distritmia, perubahan EKG
c.    Integritas ego
Gejala  : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda  :
§  Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira
§  Kesulitan untuk mengekspresikan diri
d.   Eliminasi
Gejala  :
§  Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria
§  Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan) bising usus negative (ileus paralitik)
e.    Makanan/ cairan
Gejala  :
§  Nafsu makan hilang
§  Mual, muntah selama fase akut
§  Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia
                 Tanda  : kesulitan menelan, obesitas (faktor resiko)
f.     Neurosensorik
Gejala  :
§ Sinkope/ pusing, sakit kepala
§ Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik, kontralateral
§ Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
                 Tanda  :
§  Tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragik
§  Afasia: gangguan atau kehilangan fungsi bahasa
§  Kehilangan kemampuan untuk mengenali, gangguan presepsi
§  Kehilangan kemampuan motorik saat pasien ingin menggerakan (apraksia)
g.    Nyeri/ kenyamanan
Gejala  : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda  : tingkahlaku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ pasia
h.    Pernapasan
Gejala  : merokok (factor resiko)
Tanda  : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas
i.      Interaksi social
Gejala  : masalah bicara, ketidakmampuan untuk komunikasi
j.      Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala  : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (factor resiko), kecanduan alcohol (resiko)
e.       Pemeriksaan Fisik.
1)   Sistem Pernafasan.
Klien akan didapatkan batuk tidak efektif, pernafasan tidak teratur, kemungkinan cheynes-stokes dan terjadi  paralisis otot pernafasan, bunyi nafas ngorok ronchi, adanya sekret dan aspirasi.
2)   Sistem Kardiovaskuler.
Adanya hipotensi, denyut nadi perifer berkurang tetapi nadi sentral kuat, terdengar bunyi jantung tambahan seperti mur-mur atau gallop dan irama jantung tidak teratur.
3)   Sistem Gastro Intestinal.
Nafsu makan menurun, kehilangan sensasi pada lidah, paralise pada otot wajah dan kerongkongan (disfagia), sehingga menimbulkan masalah dalam menelan dan mengunyah, serta terjadi peristaltik usus menurun yang mengakibatkan konstipasi. Distensi abdomen dan penembahan berat badan dengan pesat terjadi pada klien stroke disertai penyakit jantung.
4)   Sistem Persarafan.
Dapat terjadi penurunan tingkat kesadaran dihitung dari nilai GCS biasanya pada stroke dengan hemoragik, biasanya stroke infark pada hemisfer serebri tetap sadar selama perjalanan penyakitnya.
5)   Sistem Perkemihan
Terjadi perubahan pola  eliminasi seperti inkontinensia urine karena adanya paralise spinkter uretra.
6)   Sistem Muskuloskeletal.
Biasanya terjadi kesulitan dalam aktivitas karena lemah, kehilangan fungsi sensasi, paralisis pada sebagian atau seluruh motorik, perubahan tonus otot, kelelahan, adanya pengurangan massa otot, terbatasnya Range Of Motion.
7)   Sistem Integumen.
Pada stroke yang immobilitas lama terjadi kerusakan pada kulit daerah yang tertekan akibat immobilitasi yang menimbulkan perubahan aliran darah ke area yang tertekan dan menonjol.
f.       Data Psikologis.
1)   Status Emosi : dapat dijumpai ketidakstabilan emosi klien menghadapi penyakitnya.
2)   Konsep diri : perubahan dalam konsep diri  karena ketakutan  akan timbulnya kecacatan, pandangan negatif terhadap dirinya, perubahan peran akibat adanya ketergantungan.
3)   Gaya komunikasi : bicara klien tenang, hati-hati, banyak bicara atau memiliki kesulitan dalam mengungkapkan kata-kata, rero, afasia motorik, afasia sensorik yang mengakibatkan klien kesulitan untuk mengekspresikan diri dengan komunikasi non verbal, kecocokan bahasa non verbal dengan verbal, komunikasi jelas atau tidak.
4)   Pola koping : hal apa saja yang dilakukakan klien dalam mengatasi masalahnya adakah tindakan yang maladaftif dan kepada siapa klien meminta bantuan atau menceritakan apabila ada masalah.
g.      Data Sosial.
Terjadi penarikan diri dari interaksi sosialnya akibat ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
h.      Data Spiritual
Kesulitan untuk melakukan kewajiban sebagai umat beragama, perasaan marah kepada Tuhan.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan stroke menurut  Marilynn E. Doenges (1988:290-307); Barbara Engram (1997:633-641); Susan Martin Tucker (1998:485-492),  yaitu :
a. Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
b.   Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi neuromotorik, keterbatasan gerak.
c. Gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya otot-otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya sirkulasi serebral, terganggunya tonus otot mulut dan wajah.
e.   Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis atau defisit, penyempitan lapang persepeptual yang disebabkan oleh ansietas.
f.  Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
g.   Gangguan pemenuhan eliminasi urine : inkontinensia berhubungan dengan adanya kelemahan pada spingter urine.
h.  Gangguan pemenuhan kebutuhan elimunasi BAB : konstipasi berhubungan dengan adanya parese otot.
i.     Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL sehubungan dengan adanya parese otot.
j.     Gangguan pemenuhan diri : body image menurun berhubungan dengan adanya parese otot.
k. Gangguan rasa aman : cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian hasil pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
l.    Defisit pengetahuan mengenai kondisi dirinya dan prosedur pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurangnya informasi.

3.      Intervensi keperawatan
a.    Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan :
Tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan sensori motorik membaik.
Kriteria evaluasi :
-       Tanda-tanda vital dalam batas normal
-       Klien tidak mengeluh pusing.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.




2.


3.







4.


5.


6.

7.


8.
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab penurunan perfusi serebral.


Pantau status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal.
Observasi tanda-tanda vital, catat adanya hiper / hipotensi, bandingkan kiri dan kanan. Catat irama dan pola pernafasan, catat frekuensi dan irama jantung.



Evaluasi keadaan pupil, catat bentuk, ukuran, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dalam posisi anatomis (netral)
Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang.
Cegah terjadinya defekasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus menerus).
Berikan oksigen sesuai indikasi.

Kerusakan dan kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan atau klien harus dipindahkan keruang perawatan kritis.
Mengetahui kecenderungan peningkatan TIK, dan mengetahui kemajuan, atau kerusakan SSP.
Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan, ketidakteraturan irama pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral, disritmia atau mur-mur mungkin mencerminkan adanya penyakit jantung yang menjadi faktor pencetus.
Reaksi pupil berguna menentukan apakah batang otak tersebut masih baik atau tidak.
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral
Aktivitas dan stimulus yang kontinyu dapat meningkatkan TIK.
Valsava manuver dapat meningkatkan TIK.

Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral.

b.    Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi neuromotorik, keterbatasan gerak.
Tujuan :
Mempertahankann posisi yang optimal agar dapat berfungsi seperti pada saat tidak ada kontraktur.
Kriteria Evaluasi.
-       Klien dapat melakukan mobilisasi yang ringan sampai kemampuan yang sesuai dengan kondisi klien.
-       Tidak terjadi dekubitus, bronchopneumoni, tromboplebitis dan kontraktur sendi.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.





2.



3.





4.




5.


6.




7.
Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4.


Observasi terus kemampuan gerakan motorik, keseimbangan, koordinasi gerakan dan tonus otot.

Atur posisi klien dan ubah secara teratur 2 jam sekali bila tidak ada kejang, misal : posisi supinasi, promosi, tidur miring, dll.


Bantu klian melakukan gerakan secara pasif / aktif pada semua ekstremitas.



Lakukan massage perawatan kulit dan mempertahankan alat-alat tenun bersih dan kering.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan ambulasi klien


Berikan tempat ridur dengan matras bulat

Mengidentifikais kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda digunakan  untuk paralisis spastic dengan flaksid.
Dengan mengobservasi kemampuan gerak dapat memperlihatkan penurunan atau meningkatkan fungsi sensoris motoris.
Dengan mengubah posisi klien, dapat mengurangi resiko iskemik jaringan dan untuk memperlancar peredaran darah serta mengurangi sensasi / penekanan tubuh dimana merupakan penyebab terjadinya kerusakan kulit.
Gerakan pasif dan aktif dapat meminimalkan terjadinya atropi otot, memperlancar sirkulasi, mencegah menurunan tonus otot dan kekuatan otot serta dapat mencegah kontraktur.
Meningkatkan sirkulasi elastisitas kulit dan integritas kulit.

Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan,  koordinasi dan kekuatan.
Meningkatkan distribusi merata berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membantu untuk mengurangi kerusakan kulit/ terbentuknya dekubitus.

c.    Gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya otot-otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
Tujuan :
Tidak ada tanda-tanda kekurangan nutrisi.
Kriteria Evaluasi:
-          BB klien normal (BB normal, TB-100-10 % (TB-100)
-          Klien dapat makan melalui mulut dan kemampuan menelan kuat.

No
Intervensi
Rasiaonal
1.



2.



3.


4.



5.



4.



Timbang Berat badan.



Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual denagn menekan rinagn diatas bibir / dibawah dagu.
Kaji perkembangan kemampuan menelan klien.

Lakukan kolaborasi untuk pemberian makanan melalui NGT.


Mulailah untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
Lakukan kolaborasi untuk pemberian cairan  melalui IV .


Penimbangan berat badan dapat mendeteksi perkembangan berat badan sehingga memudahkan untuk intervensi selanjutnya.
Membantu dalam melatih kembali motorik dan meningkatkan kontrol muskuler.

Mengetahui tingkat perkembangan dan kemajuan dari kemampuan menelan klien.
Dengan pemberian makanan melalui NGT memudahkan nutrisi masuk kebutuhan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Makanan lunak atau cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan risisko terjadinya aspirasi.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu melalui mulut.

d.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya sirkulasi serebral, terganggunya tonus otot mulut dan wajah.
Tujuan :
Mengkomunikasikan kebutuhan dengan frustasi minimal.
Kriteria Evaluasi :
-          Klien dapat mengucapkan kata-kata.
-          Klien mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan benar dan jelas.

No
Intervensi
Rasiaonal
1.



2.





3.



4.





5.



Kembangkan bentuk komunikasi klien dengan memulai bahasa isyarat atau panggilan yang jelas serta mudah dimengerti.
Bicaralah pada klien dengan suara tidak terlalu keras dan cepat.




Latih mengucapkan kata-kata pendek dan suruh klien mengulanginya dan memberi umpan balik.

Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh” atau “pus”.



Kolaborasi : konsultasi ke bagian speect therapist.

Dapat membantu klien mudah berkomunikasi, mengurangi
kebingungan pada klien sehingga klien mampu melakukan komunikasi.
Klien dengan gangguan pola komunikasi tidak semuanya mengalami gangguan pendengaran sehingga suara yang keras dan terlalu cepat membuat klien marah karena klien dengan gangguan ini mudah sensitif.
Agar kemampuan bicara klien kembali berfungsi seperti semula, umpan balik dapat membantu klien untuk mengerti kalimat yang diucapkannya.
Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorikdari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik
Dapat mengetahui kemampuan verbal, motor sensasi dan kemampuan kognitif dan untuk melakuakn therapy rehabilitasi

e.    Perubahan persepsi : sensori berhubungan dengan trauma neurologis atau defisit, penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas.
Tujuan :
Memulai / mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria evaluasi :
-           Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
-           Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.




2.

3



4.

Evaluasi adanya gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan persepsi.


Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala.
Ciptakan lingkungan yang tidak membahayakan.


Berikan latihan stimulus panas / dingin, tajam / tumpul dan sentuhan.
Gangguan pada penglihatan berdampak negatif terhadap kemampuan klien menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan resiko terjadinya cedera.
Mencegah klien terkejut.

Menurunkan jumlah stimulus penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan.
Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk menginterpretasikan persepsi dan interpretasi stimulasi.

f.     Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Jalan nafas tetap baik dan lancar.
Kriteria evaluasi :
-          Nafas tidak berbunyi
-          GDA dalam batas normal
-          Warna kulit normal.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.



2.



3


4.



5.
Ubah posisi semifowler setiap 2 jam sekali.


Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik.


Lakukan fisioterapi dada / clapping.


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2


Lakukan kolaborasi dengan tim analisis dan melaksanakan analisis gas darah.
Posisi semi fowler dapat mengeluarkan secret dan mencegah aspirasi sehingga membuka jalan nafas dan kebutuhan 02 terpenuhi.
Dengan dilakukannya pengisapan lendir maka jalan napas akan bersih dan akumulasi secret dapat dicegah sehingga pernafasan akan tetap lancar dan efektif.
Dengan melakukan clapping dapat membantu melepaskan secret pada daerah bronchus.
Membantu asupan O2 adekuat dengan menghindari resiko kesalahan penggunaan (terlalu banyak atau terlalu sedikit) dan komplikasi lanjut
Analisa gas darah dapat menentukan keefektifan respirator, keseimbangan cairan asam basa dan kebutuhan terapi.

g.    Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine : inkontinensia berhubungan dengan adanya kelemahan pada spingter urine.
Tujuan :
Kebutuhan eliminasi urine terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
-          Klien mampu BAK tanpa mengganggu rasa nyaman.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.

2.


3


4.

Kaji kemampuan BAK klien.

Kolaborasi pemasangan  kateter.


Observasi haluaran urine.


Latih pengosongan bladder secara teratur pada jam-jam tertentu.

Mengetahui tingkat gangguan terhadap pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK.
Dengan pemasangan kateter dapat membantu pengosongan bladder sehingga retensi urine dapat dicegah.
Memberikan informasi tentang fungsi kandung kemih dan perkembangan dari fungsi spingter.
Akan melatih dan merangsang kontraksi bladder sehingga klien dapat menahan atau mengeluarkan urine secara tepat.

h.    Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Eliminasi BAB klien dapat terkontrol
Kriteria evaluasi:
Klien mampu BAB 1 x dalam sehari.
Konsintensi feses lembek.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.


2.


3




4.






5


6..
Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus menurun  dan auskultasi bising usus.
Latih pergerakan sendi pinggul.


Massase daerah bokong dan
punggung.



Beri makanan yang mengandung tinggi serat.





Anjurkan banyak minum air putih.


Kolaborasi pemberian supositoria.



Hilangnya peristaltik karena saraf yang terganggu melumpuhkan usus sehingga motilitas usus menurun.
Merangsang peristaltik colon sehingga proses pengeluaran feses dapat berjalan lancar.
Merangsang persarafan yang
mempersarafi organ pencernaan bagian bawah, sehingga kerja colon dapat pulih kembali dan proses defekasi dapat berjalan dengan lancar.
Makanan yang mengandung tinggi serat dapat mencegah terjadinya obstipasi karena makanan berserat tidak dapat dicerna oleh tubuh sehingga
menghasilkan residu yang banyak dan dapat merangsang rectum untuk mengeluarkan feses.
Merangsang peristaltik usus dan menghindari absorbsi air yang berlebih sehingga feses tidak mengeras.
Melembekkan konsistensi faeses dan merangsang peristaltik spingter sehingga proses defekasi dapat berlangsung.
i.      Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL sehubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Kebutuhan ADL terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
Makan, minum, eliminasi dan personal hygiene terpenuhi.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.


2.



3


4.


5.


6.

6..
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Tempatkan alat-alat yang dibutuhkan berdekatan dengan klien.

Observasi keadaan integritas kulit terutama daerah yang menonjol dan lakukan masase.
Berikan umpan balik positif untuk setiap tindakan yang berhasil dilakukan.
Kaji ulang kekuatan otot klien.

Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan klien (mandi, keramas, sikat gigi dll).
Membantu mengantisipasi /
merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
Pasien mungkin menjadi sangat  ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi.
Meningkatkan kemandirian dan mendorong klien untuk berusaha sesuai dengan kemampuannya.
Penekanan yang terlalu lama beresiko terjadinya iskemia, stimulasi sirkulasi mencegah kerusakan kulit.
Meningkatkan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong klien untuk berusaha sesuai dengan kemampuannya.
Mengetahui kemampuan kekuatan klien dalam pemenuhan aktivitas.
Memandirikan keluarga dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene klien.

j.      Gangguan konsep diri : body image menurun berhubungan dengan adanya parese otot.
Tujuan :
Menunjukkan konsep diri yang baik.
Kriteria evaluasi :
-          Klien  menerima akan  keadaan dirinya.
-          Klien mampu menerima kenyataan tanpa konsep diri yang negatif
No
Intervensi
Rasiaonal
1.


2.



3



4.



5.


6.



7.
Identifikasi klien akan arti kehilangan / tidak, fungsinya perubahan dirinya klien dan ketidakberdayaan.
Bantu klien mengekspresikan perasaannya.


Monitor adanya gangguan tidur, semakin sulit berkonsentrasi, ketidak- mampuan mencegah masalah dan menarik diri.
Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien.
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

Berikan dukungan terhadap prilaku / usaha seperti peningkatan minat/partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
Kolaborasi dengan neuropsikologis.

Agar klien menerima perubahan fungsi yang terjadi pada diri klien secara efektif.
Dapat membantu klien untuk mengetahui dan menerima bahwa perasaannya itu tidak akan memperburuk keadaannya.
Untuk mengetahui awal depresi sehingga membutuhkan evaluasi dan intervensi selanjutnya.


Mengkonsolidasi keberhasilan membantu menurunkan perasaan marah dan ketidak berdayaan menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
Dapat mempermudah adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu agar merasa menjadi orang yang produktif.

k.    Gangguan rasa aman : cemas keluarga berhubungan dengan ketidakpastian hasil pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Tujuan :
Rasa aman keluarga terpenuhi
Kriteria evaluasi :
-          Keluarga klien mampu mengekspresikan perasaannya.
-          Ekspresi wajah keluarga klien tenang.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.






2.





3


4.

Kaji perasaan keluarga dan beri rasa simpati dengan memberi kesempatan keluarga mengekspresikan
perasaannya.



Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi rencana perawatan klien secara akurat dan memperhatikan kondisi dan situasi.


Libatkan keluarga dalam pengambilan keputusan dan perencanaan.
Beri dukungan pada kelurga dengan mengenali koping mekanisme positif yang dipakai

Kekhawatiran keluarga klien dapat menimbulkan kecemasan sehingga membutuhkan orang lain yang mau mendengarkan keluhan-keluhannya agar keluarga klien merasa ada yang memperhatikan sehingga mengurangi kecemasan.
Keluarga klien tidak dapat menerima seluruh informasi karena pengaruh emosi, oleh karena itu beri informasi bila situasi dan kondisi benar-benar memungkinkan agar tidak menimbulkan salah persepsi.
Dengan tindakan tersebut  keluarga klien menjadi bagian integral dari program yang dijalankan.
Dengan diberikan dukugan diharapkan kelurga termotivasi untuk melakukan koping yang positif terhadap kecemasan.

l.      Defisit pengetahuan mengenai kondisi dirinya dan prosedur pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurangnya informasi.
Tujuan :
Klien berpartisipasi dalam proses belajar.
Kriteria evaluasi :
-          Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan therapeutik.
-          Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
No
Intervensi
Rasiaonal
1.


2.



3

4.


5.



6.

Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana kemungkinan kembali aktivitas.
Tinjau ulang atau pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang.
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara medis.
Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual.

Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, seperti perkumpulan stroke atau program pendukung lainnya.
Rujuk/tegaskan perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi seperti ahli fisio-terapi fisik, okupasi dan terapi wicara.
Meningkatkan pemahaman dan memberikan harapan pada masa yang akan datang.
Aktivitas yang dianjurkan pembatasan dan kebutuhan obat atau terapi dibuat atas dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi.
Menurunkan resiko terjadinya komplikasi.
Meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko kambuh.
Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan penanganan di rumah dan penyesuaian terhadap kerusakan.

Kerja sama yang baik pada akhirnya diharapkan atau meminimalkan adanya gejala sisa atau penurunan neurologis.





DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.

Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita  Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EG



Tidak ada komentar:

Posting Komentar