Pages

Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP EPILEPSI

1    I.   KONSEP MEDIS
A.    Pengertian
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.

B.     Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1.      Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.      Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.      Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.      Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.      Tumor Otak
6.      kelainan pembuluh darah

C.    patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

D.    Manifestasi klinik
1.   Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan.
2.   Kelainan gambaran EEG
3.   Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4.   Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

E.     Klasifikasi kejang
1)      Kejang Parsial
a.    Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran Misal: hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak Dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b.    Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
2)      Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:
a)      Kejang Tonik-Klonik
b)      Kejang Tonik
c)      Kejang Klonik
d)     Kejang Atonik
e)      Kejang Myoklonik
f)       Spasme kelumpuhan
g)      Tidak ada kejang
h)      Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

F.   Pemeriksaan diagnostic
1.    CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
2.    Elektroensefalogram(EEG)
Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
a.    Magnetik resonance imaging (MRI)
b.    Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah

G.      Penatalaksanaan
a)      Dilakukan secara manual, juga diarahkan untuk mencegah terjadinya kejang
b)     Farmakoterapi Anti kovulsion untuk mengontrol kejang
c)      Pembedahan Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
v Jenis obat yang sering digunakan
·      Phenobarbital (luminal). Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
·      Primidone (mysolin)
·      Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
·      Carbamazine (tegretol).
·      Diazepam.
ü Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
ü Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
·      Nitrazepam (Inogadon).
·      Ethosuximide (zarontine).
·      Na-valproat (dopakene)
ü Obat pilihan kedua pada petit mal
ü Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
ü Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
ü Efek samping mual, muntah, anorexia
·      Acetazolamide (diamox).
ü Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
ü Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
·      ACTH Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

2     II.      ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian.
a)  Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
b)        Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
c)         Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d)        Riwayat penyakit dahulu:
·         Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
·         Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
·         Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
·         Tumor Otak
·         kelainan pembuluh darah
·         demam,
·         stroke
·         gangguan tidur
·         penggunaan obat
·         hiperventilasi
·         stress emosional
e)      Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
f)       Riwayat psikososial
-      Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
-  Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).
g)        Pemeriksaan fisik (ROS)
1)      B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
2)      B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3)      B3 (brain): penurunan kesadaran
4)      B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5)      B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6)   B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota   tubuh, mengeluh meriang

B.     Diagnosa Keperawatan
1)      Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2)      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3)      Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat.
4)      Kurang pengetahuan mengenai kondisidan aturan pengobatan b/d kurang pemajanan, kurang mengingat (Doenges, 2000)

C.     Intervensi dan rasional
1)      Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan)
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh
Intervensi
Rasional
Observasi:
Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera

 Barang- barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam
Mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri
 Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat terjadi kejang

 Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien
Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar
Area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang
Memberi penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi kejang
Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum kejang
Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang pada pasien
Edukasi:
 Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.

Sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan sebelum terjadinya kejang berkelanjutan
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien kejang
Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera

Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter

Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai oksigen ke otak
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan : jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea
Intervensi
Rasional
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar

 Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen

Melakukan suction sesuai indikasi



Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai program terapi






menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.




meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada

Mengeluarkan mukus yang berlebih,  menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
Membantu memenuhi kebutuhan oksigen agar tetap adekuat, dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.


3)   Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
-          adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
-          menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
Rasional
Observasi:
 Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien

 Memberi informasi pada perawat tentang factor yang menyebabkan isolasi sosial pasien
Mandiri
 Memberikan dukungan psikologis dan motivasi pada pasien

 Dukungan psikologis dan motivasi dapat membuat pasien lebih percaya diri
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi kepada pasien

Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular
Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular).
Kolaborasi:
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok penyokong, seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.

Memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang lain yang telah mempunyai pengalaman yang sama
Kolaborasi dengan tim psikiater
Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
4)   Kurang pengetahuan mengenai kondisidan aturan pengobatan b/d kurang pemajanan, kurang mengingat (Doenges, 2000)
Tujuan: Pemahaman terhadap proses penyakit, dan pengobatannya
Kriteria evaluasi:
Mengungkapkan pemahaman tetntang gangguan dan berbagai rangsang yang dapat meningkatkan/ berpotensial pada aktivitas kejang

Intervensi
Rasional
1.      Jelaskan kembali mengenai patofisologi penyakit dan perlunya pengobatan dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi
2.      Tinjau  kembali obat-obat yang didapat, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter
3.      Berikan petunjuk yang jelas pada ps u/ minum obat bersamaan waktu makan jika memungkinkan
4.      Anjurkan ps u/ menggunakan gelang identifikasi yang memberitahukan bahwa Anda penderita epilepsy
5.      Tekankan perlunya u/ melakukan evaluasi yang teratur
1. Memberikan kesempatan u/ mengklarifikasi kesalahan persepsidan keadaan penyakit yang ada

2. Tidak adanya pemahaman terhadap obat-obat yang didapat merupakan penyebab dari kejang yang terus menerus
3. Dapat menurunkan iritasi lambung, mual/muntah

4. Mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat
5.      Kebutuhan terapeutik dapat berubah dan efek samping obat yang serius dapat terjadi


Evaluasi
1.      Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2.      Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3.    Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik diri (minder)
4.      Pasien paham terhadap proses penyakit, dan pengobatannya.

 
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.

http // :www.askep epilepsi blogspot.com 

1 komentar:

  1. Play casino site
    Casino site. Online casino. Enjoy a fun online casino game with the best players luckyclub.live around. Live casino. No download, no login required. Play online slots  Rating: 1.1 · ‎100 votes

    BalasHapus